manusia Sehingga dapat dikatakan bahwa agama dengan doktrin-doktrin merupakan unsur utama yang menguasai setiap manusia. instink keagamaan ini sudah ada dalam jiwa setiap manusia, sehingga mustahil manusia dapat menjalani kehidupannya tanpa adanya kebutuhan akan agama. Ketika kita merujuk kesumber ajaran teologis yang
Tolong nilai artikel ini di akhir tulisan. FOLLOW untuk mengikuti artikel-artikel mencerahkan Follow Us Judul Psikologi Agama Sebuah Pengantar Penulis Jalaluddin Rakhmat Penerbit Mizan Bandung Cetakan Agustus 2003 Tebal Xvii+247 Halaman Harga Rp Beberapa dekade lalu, wacana seputar agama pernah diperdebatkan dalam kaitannya dengan ilmu-pengetahuan. Kebanyakan pemikir modern melihat, pada kenyataanya agama merupakan sekumpulan doktrin yang dilegitimasi oleh “prasangka-prasangka” manusia di luar rasionalitas. Sementara, ilmu pengetahuan yang nota bene mengedepankan rasionalitas sangat keras menolak doktrin. Dikotomi ini pada perkembangan selanjutnya juga berimplikasi pada pemahaman bahwa masyarakat yang telah memasuki gerbang rasionalitas akan berkurang keyakinannya terhadap agama, terutama agama formal yang terinstitusi institutionalized religion. Semakin rasional seseorang, semakin menjauh dia dari ritual agama. Sebaliknya, manusia yang kurang tersentuh rasionalitas, dengan sendirinya akan kuat menyakini ajaran agama. Fakta sosiologis banyak mendukung pemahaman demikian. Dalam masyarakat modern –seperti di negara-negara Eropa dan Amerika– banyak orang yang tidak lagi mengindahkan agama. Sementara itu, di banyak negara berkembang yang transformasi ilmu pengetahuannya masih lamban, masyarakatnya masih sangat kuat meyakini ajaran agamanya. Namun kenyataan tersebut hanya ada persepsi sosiologis. Di luar itu, ada sejumlah fenomena yang tidak sepenuhnya berada dalam persepsi demikian. Sebagai contoh, sekarang kita banyak menemukan masyarakat yang hidup dalam situasi modern, percaya akan rasionalitas, namun tetap memegang ajaran agamanya secara kuat. Lebih dari itu, di negara-negara yang sudah maju, banyak juga ditemukan gejala lari ke agama dalam bentuk-betuk lain seperti sekte-sekte. Inilah beberapa fenomena yang tidak terbantahkan. Kenyataan yang demikian setidaknya disebabkan oleh berbagai macam hal. Salah satunya karena modernitas sendiri tidak selalu memberi perbaikan bagi kondisi umat manusia. Modernitas tak mampu mengatasi berbagai problem dan misteri kehidupan yang menerpa manusia. Bahkan, modernitas sebagai bagian dari proyek kemajuan rasionalitas, nyatanya hanya memberikan konstribusi positif bagi kelas yang dominan. Mereka-mereka yang terpinggirkan mengalami marginalisasi atau keterasingan dari kemajuan zaman. Situasi inilah yang membuat mereka tergerak untuk menemukan alternatif atau pegangan, karena modernitas bukan lagi rumah yang damai untuk kehidupan. Agama sebagai salah satu ajaran yang memberi tuntunan hidup ternyata banyak dijadikan pilihan. Hanya saja, mengapa agama menjadi pilihan sebagian orang dalam zaman yang serba canggih ini? Kenapa mereka tidak memilih ideologi yang nota bene lahir dari rahim modernitas? Ada indikasi kuat bahwa di dalam agama terdapat banyak nilai yang bisa dimanfaatkan manusia ketimbang ideologi. Ini disebabkan karena ideologi, hanya membuka diri pada hal-hal yang sifatnya rasional. Dan itu justru membatasi berbagai kepentingan manusia. Sementara agama dengan keleluasaannya memberi banyak ruang. Orang bisa beragama dengan memasukkan banyak rasionalitas, sebagaimana pengalaman para pemikir-pemikir keagamaan yang hidup dalam dunia akademik. Sebaliknya, orang juga bisa dengan leluasa memeluk agama dan merasakan nilai-nilai positifnya tanpa harus capek-capek menggunakan potensi akalnya untuk berpikir. Bagi mereka yang termarginalisasi atau bahkan hidupnya dimanja oleh modernitas, agama juga tetap memberik tempat. Agama memberi tempat bagi semua. Di atas keterbukaan inilah agama seringkali menjadi fenomena yang cukup unik dalam masyarakat. Di dalam dimensi-dimensi agama, terdapat banyak varian yang cukup sulit untuk digeneralisasi oleh paradigma sosiologi. Jalaluddin Rakhmat, dalam buku ini melukiskan secara metaforis “Agama adalah kenyataan terdekat sekaligus misteri terjauh. Begitu dekat, karena ia senantiasa hadir dalam kehidupan kita sehari-hari, baik di rumah, kantor, media, pasar, dan di mana saja. Begitu misterius, karena ia sering tampil dengan wajah yang sering tampak berlawanan memotivasi kekerasan tanpa belas kasihan, atau pengabdian tanpa batas; mengilhami pencarian ilmu yang tertinggi, atau menyuburkan takhayul dan superstisi; menciptakan gerakan paling kolosal atau menyingkap misteri ruhani yang paling personal; memekikkan perang paling keji atau menebarkan kedamaian paling hakiki.” hlm. 1. Agama adalah juga fenomena sosial. Agama juga tak hanya ritual, menyangkut hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhannya belaka, tapi juga fenomena di luar kategori pengetahuan akademis. Sebagian manusia mempercayai agama, namun tidak pernah melakukan ritual. Yang lain mengaku tidak beragama, namun percaya sepenuhnya terhadap Tuhannya. Di luar itu semua, kita sering menyaksikan, dalam kondisi tertentu –semisal kesulitan hidup atau tertimpa musibah– manusia cenderung berlari kepada agama. Sebaliknya, pada saat dirinya hidup dalam kondisi normal, mereka seringkali tidak peduli terhadap agama, bahkan mengingkari eksistensi Tuhannya. Berangkat dari fenomena demikian, psikologi agama merupakan salah satu cara bagaimana melihat praktek-praktek keagamaan. Dengan paradigma psikologi, Jalal mencoba mengatasi kebuntuan analisis seputar fenomena keagamaan yang sangat beragam seperti dewasa ini. Psikologi yang dimaksudkan buku ini tentu tidak melihat agama sebagai sebuah fenomena langit yang sakral dan transenden. Sebuah lahan garapan teologi. Yang ingin dilakukan Jalal adalah membaca keberagamaan sebagai fenomena yang sepenuhnya manusiawi. Ia menukik ke dalam proses-proses kejiwaan yang mempengaruhi perilaku kita dalam beragama, membuka “topeng-topeng” kita, dan menjawab pertanyaan yang berbunyi “mengapa”. Psikologi, karena itu, memandang agama sebagai perilaku manusiawi yang melibatkan siapa saja dan di mana saja hlm. 248. Sebagai gejala psikologi, agama rupanya cukup memberi pengertian tentang perlu atau tidaknya manusia beragama. Bahkan bila dicermati lebih jauh, ketika agama betul-betul tak sanggup lagi memberi pedoman bagi masa depan kehidupan manusia, kita bisa saja terinspirasi untuk menciptakan agama baru, atau setidaknya melakukan berbagai eksperimen baru sebagai jalan keluar dari berbagai problem yang menghimpit kehidupan. Buku ini layak dibaca. Selain kita akan diperkaya oleh landasan-landasan pemikir besar dunia, kita juga akan diarahkan untuk tidak bersikap hitam-putih dalam melihat praktek-praktek keagamaan maupun ajaran agama itu sendiri. Selamat membaca! LIKE untuk mengikuti artikel-artikel mencerahkanKEBUTUHANMANUSIA TERHADAP AGAMA MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah MSI Dosen Pembimbing : Nur Kholis, M.Pd. Oleh: ZULIN FU’ADZATUS SOFIYAH NIM. 2814123159 PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA JURUSAN TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)TULUNGAGUNG SEPTEMBER 2012 1 KATA
Manusia merupkan makhluk paling sempurna yang dianugerahi Allah SWT, berupa kesempurnaan fisik dan kepintaran akal. Untuk itu secara naluri, manusia sadar bahwa terdapat kekuatan Maha Besar sebagai tempat meminta pertolongan dan perlindungan. Dari situ kita sadar bahwa kita adalah makhluk yang lemah, meskipun diberikan berbagai kelebihan dibanding makhluk lain. Setiap manusia lahir dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, serta tidak mengetahui sesuatupun. Sesuai firman Allah SWT dalam Q. S. An Nahl 16 78 Artinya "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun. Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur". Dalam keadaan lemah, manusia senantiasa dipengaruhi oleh berbagai macam godaan dan rayuan. Godaan yang muncul bisa dari dalam diri ataupun dari luar, berupa kebaikan Malak Al Hidayah ataupun keburukan Malak Al Ghiwayah. Disinilah peran agama dalam kehidupan manusia, yaitu membimbing manusia ke jalan yang benar agar terhindar dari kejahatan atau kemungkaran. Agama merupakan risalah yang disampaikan Allah SWT kepada para nabi-Nya untuk memberi peringatan kepada manusia. Memberi petunjuk sebagai hukum-hukum sempurna untuk dipergunakan manusia dalam menyelenggarakan tata hidup yang nyata. Mengatur tanggung jawab kepada Allah SWT, kepada masyarakat dan alam sekitarnya. Agama adalah kebutuhan umat manusia, karena didalamnya terdapat sumber ajaran mengenai berbagai segi kehidupan manusia. Agama mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, serta menghargai akal pikiran melalui pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mengajarkan manusia untuk bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual. Agama juga mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, mengutamakan persaudaraan, dan berakhlak mulia. Menurut Malik Bennabi, agama adalah “katalisator” yang selalu hadir dibalik kelahiran suatu peradaban. Contohnya, “kita dapat menjumpai kota-kota tanpa dinding, tanpa raja, tanpa peradaban, tanpa literatur, atau tanpa gedung teater, tapi seseorang tidak pernah menjumpai sebuah kota tanpa tempat-tempat peribadatan atau penganut-penganut agama. Sementara Henri Bergson 1859-1941, juga menulis ide yang sama, bahwa “kita jumpai di masa lampau dan sekarang, masyarakat tanpa sains, tanpa seni, tanpa filsafat, tapi kita tidak pernah menjumpai sebuah masyarakat tanpa agama” Karena agama “adalah fenomena universal dan sudah ada sejak lama dalam sejarah kehidupan manusia, mulai dari pemujaan patung-patung dan kepercayaan-kepercayaan yang paling primitif hingga Islam yang bertauhid. A. KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA Menurut Malik Bennabi, fenomena beragama adalah fenomena yang sudah ada sejak lama sebagai karakteristik manusia, dari manusia yang sangat primitif sampai manusia yang sudah memiliki peradaban tinggi. Manusia digambarkan sebagai homo religiosus makhluk beragama. Sehingga agama bukan hanya sebagai aktifitas spiritual manusia, tetapi ia adalah fitrah universal yang tidak pernah luput dalam sejarah suatu bangsa baik masa lampau, sekarang, maupun yang akan datang. Secara naluri, manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan ini di luar dirinya. Ini dapat dilihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah, dan berbagai bencana. Ia mengeluh dan meminta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha, yang dapat membebaskannya dari keadaan itu. Naluriah ini membuktikan bahwa manusia perlu beragama dan membutuhkan Sang Khaliknya. Al-Quran telah menjelaskan agama sebagai fitrah manusia, seperti yang terdapat dalam Ar Ruum 30 30, yang artinya "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. Beberapa faktor yang menyebabkan pentingnya agama sebagai kebutuhan manusia adalah sebagai berikut Faktor Kondisi Manusia Kondisi manusia terdiri dari dua unsur, yaitu unsur jasmani dan rohani. Untuk menumbuhkan dan mengembangkan kedua unsur tersebut, maka harus diberi perhatian khusus dan seimbang. Unsur jasmani membutuhkan pemenuhan yang bersifat fisik atau jasmaniah, seperti makan-minum, olah raga, bekerja dan istirahat yang seimbang, dan segala aktifitas jasmani yang dibutuhkan. Unsur rohani membutuhkan pemenuhan yang bersifat psikis mental, diantaranya pendidikan agama, budi pekerti, kasih sayang, dan segala aktifitas rohani yang dibutuhkan. Faktor Status Manusia Status manusia adalah sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna, jika dibandingkan makhluk lain. Allah SWT menciptakan manusia lengkap dengan segala kesempurnaan, yang menjadikan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang mempunyai kesempurnaan akal dan pikiran, hati nurani, kemuliaan, dan berbagai kelebihan lainnya. Dengan kesempurnaan yang dimiliki, Allah SWT menempatkan kita pada permukaan yang paling atas dalam garis horizontal sesama makhluk. Dengan akalnya, manusia mengakui adanya Allah SWT. Dengan hati nuraninya, manusia menyadari bahwa dirinya tidak lepasdari pengawasan dan ketentuan Allah SWT. Dan dengan agama, manusia belajar mengenal Tuhannya dan belajar cara berkomunikasi dengan sesamanya. Faktor Struktur Dasar Kepribadian Manusia Dalam teori psiko-analisis Sigmun Freud, struktur dasar kepribadian manusia terdiri dari tiga aspek, yaitu * Aspek Das es Aspek Biologis aspek ini merupakan sistem yang orisinal dalam kepribadian manusia yang berkembang secara alami dan menjadi bagian yang subjektif yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan dunia objektif. * Aspek Das ich Aspek Psikis timbul karena kebutuhan organisme untuk hubungan baik dengan dunia nyata. *Aspek das uber ich Aspek Sosiologis mewakili nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat. B. FUNGSI AGAMA DALAM KEHIDUPAN Secara terperinci agama memiliki peranan yang bisa dilihat dari beberapa aspek. Diantaranya adalah aspek keagamaan religius, kejiwaan psikologis, kemasyarakatan sosiologis, asal usulnya antropologis dan moral ethics. Dari Aspek Keagamaan Religius Agama menyadarkan manusia, tentang siapa penciptanya. Secara Asal usul Antropologis Agama memberitahukan kepada manusia tentang siapa, darimana, dan mau kemana manusia. Dari segi Kemasyatakatan Sosiologis Sarana-sarana keagamaan sebagai lambang-lambang masyarakat yang kesakralannya bersumber pada kekuatan yang dinyatakan berlaku oleh seluruh anggota masyarakat. Dan fungsinya untuk mempertahankan dan memperkuat rasa solidaritas dan kewajiban sosial. Secara Kejiwaan Psikologis Agama bisa menenteramkan, menenangkan, dan membahagiakan kehidupan jiwa seseorang. Dan secara Moral Ethics, agama menunjukkan tata nilai dan norma yang baik dan buruk, dan mendorong manusia berperilaku baik akhlaq mahmudah. C. RASA INGIN TAHU MANUSIA Human Quest for Knowledge Manusia lahir tanpa mengetahui sesuatu ketika itu yang diketahuinya hanya ”saya tidak tahu”. Tapi kemudian dengan panca indra, akal, dan jiwanya sedikit demi sedikit pengetahuannya bertambah, dengan coba-coba trial and error, pengamatan, pemikiran yang logis dan pengalamannya ia menemukan pengetahuan. Namun demikian keterbatasan panca indra dan akal menjadikan sebagian banyak tanda tanya yang muncul dalam benaknya tidak dapat terjawab. Hal ini dapat mengganggu perasaan dan jiwanya, dan semakin mendesak pertanyaan-pertanyaan tersebut semakin gelisah ia apabila tak terjawab. Hal inilah yang disebut dengan rasa ingin tahu manusia. Manusia membutuhkan informasi yang akan menjadi syarat kebahagiaan dirinya. D. DOKTRIN KEPERCAYAAN AGAMA Perlu dipahami bahwa dalam menjalankan fungsi dan mencapai tujuan hidupnya, manusia telah dianugerahi oleh Allah SWT dengan berbagai bekal seperti naluri insting, pancaindra, akal, dan lingkungan hidup untuk dikelola dan dimanfaatkan. Fungsi dan tujuan hidup manusia adalah dijelaskan oleh agama dan bukan oleh akal. Agama justru datang karena ternyata bekal-bekal yang dilimpahkan kepada manusia itu tidak cukup mampu menemukan apa perlunya ia lahir ke dunia ini. Agama diturunkan untuk mengatur hidup manusia. Meluruskan dan mengendalikan akal yang bersifat bebas. Kebebasan akal tanpa kendali, bukan saja menyebabkan manusia lupa diri, melainkan juga akan membawa kepada jurang kesesatan, mengingkari Tuhan, tidak percaya kepada yang gaib dan berbagai akibat negatif lainnya. Yang istimewa pada doktrin agama ialah wawasannya lebih luas. Ada hal-hal yang kadang tak terjangkau oleh rasio dikemukakan oleh agama. Akan tetapi pada hakikatnya tidak ada ajaran agama yang benar bertentangan dengan akal, oleh karena agama itu sendiri diturunkan hanya pada orang-orang yang berakal. Maka jelas bahwa manusia tidak akan mampu menanggalkan doktrin agama dalam diri mereka. Jika ada yang merasa diri mereka bertentangan dengan agama maka akalnya lah yang tidak mau berpikir secara lebih luas. SUMBER REFERENSI 1 Drs. M. Yatimin, Studi Islam Kontemporer 2 Prof. Dr. Amin Syukur, Pengantar Studi Islam 3 Al Qur'an dan Terjemah 4 Dr. Usman Syihab, Membangun Peradaban dengan Agama 5 Hardianto Prihasmono Ebook Ringkasan Shahih BukhoriVolume10, Nomor 2, Agustus 2017; p-ISSN: 2085-6539, e-ISSN: 2242-4579; 137-157 Temuan-temuan baru sains nyata-nyata menantang doktrin dan gagasan-gagasan keagamaan klasik. Sehingga, responsnya pun beraneka rupa. tentang hal ihwal yang di selidiki (alam, manusia dan agama) sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiran yang dibantu oleh 447 MANUSIA ANTARA KEBUTUHAN DOKTRIN AGAMA DAN INKLUSIVITAS BERAGAMA Isnawati Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Gajah Putih Takengon Aceh [email protected] ABSTRAK Manusia sebagai makhluk hidup, harus memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan jasmani maupun rohani. Manusia juga diciptakan sebagai makhluk sosial dan agama menjadi salah satu aspek yang paling sakral dalam kehidupan manusia. Karena agama lembaga kebenaran yang dapat didekati dengan aspek batiniah, sehingga melahirkan sistem kepercayaan dan respon emosional yang mengarahkannya, yang dapat dirasakan melalui mekanisme keyakinan dan kepercayaan para penganutnya. Agama memiliki kepercayaan kepada kekuatan gaib, kepercayaan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, bersifat emosional dan aspek kesucian dari agama itu pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi, agama membawa peraturan-peraturan hukum, ajaran yang berupa doktrin agama dengan menjalankan ajarannya membwa kewajiban yang menjadi pegangan manusia sebagai sistem sumber nilai, berupa petunjuk, pedoman dan pendorong bagi manusia untuk memecahkan berbagai masalah hidupnya seperti dalam ilmu agama, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan militer, sehingga terbentuk pola motivasi, nilai dan moral, tujuan hidup dan perilaku manusia yang menuju kepada keridhaanya secara inklusivitas dalam beragama. Manusia sangat memerlukan agama sebagai pegangan hidup untuk mempunyai peraturan yang mutlak berlaku bagi segenap manusia dan bangsa dalam semua tempat dan waktu. Yang memiliki peranan di lihat dari aspek keagamaan, kejiwaan, kemasyarakatan, hakekat kemanusiaan, asal usulnya dan moral. Kata Kunci manusia, kebutuhan doktrin agama, inklusifitas beragama A. Pendahuluan 1. Manusia dan Kebutuhannya M anusia sebagai makhluk hidup umumnya mempunyai ciri-ciri organ tubuhnya kompleks dan sangat khusus terutama otaknya, mengadakan metabolisme atau penyusunan dan pembongkaran zat, yakni ada zat yang masuk dan keluar, memberikan tanggapan terhadap rangsangan dari dalam dan luar, memiliki fungsi untuk berkembamg, berintraksi dengan lingkungannya, dan bergerak Maskoeri Jasin, 2015 1. Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 448 Manusia juga mempunyai kebutuhan dalam kehidupannya yaitu, kebutuhan Individu, “peranan Agama dalam Kesehatan Mental” membagi kebutuhan manusia atas 2 kebutuhan pokok, yaitu Primer dan Skunder. a. Kebutuhan Primer Kebutuhan Primer yaitu berupa kebutuhan Jasmaniah seperti makan, minum, seks dan sebagainya kebutuhan ini didapat manusia semenjak lahir tanpa di pelajari. Yang dimaksud kebutuhan jasmani adalah kebutuah-kebutuhan yang seratus persen berkaitan dengan fisik manusia, seperti naluri untuk makan misalnya. Hal ini merupakan urusan fisik jasmaniyah semata, dan pada saat yang sama ia merupakan naluri. Artinya ia berkaitan dengan bangunan tubuh manusia dan lingkungan. Perasaan lapar muncul dari sejumlah syaraf pencernaan yang secara otomatis memberi sinyal ke otak manusia termasuk binatang. Untuk menghilangkan lapar ini dia harus memasukkan makanan untuk di komsumsinya. Bahkan kadang-kadang menjadi seperti lelah, akibat kekenyangan dan lelah. Demikian pula halnya dengan kebutuhan seksual, yang berkaitan dengan syahwat dan hormon-hormon tubuh serta syaraf-syaraf tertentu. Persoalan lainnya adalah masalah tidur. Jika disebabkan oleh kelelahan sel atau mengendurnya aktivitas akibat bekerja dan pengerahan tenaga, maka ia pasti memerlukan istirahat tidur. Semua ini oleh Mutrhahhari dikategorikan bagian dari naluri al-ghara’iz b. Kebutuhan Skunder Kebutuhan skunder yaitu kebutuhan Rohaniah seperti kebutuhan-kebutuhan sosial, kebutuhan ingin dicintai dan disayangi, dihargai lain sebagainya. Kebutuhan ini hanya terdapat pada manusia dan sudah dirasakan sejak manusia masih kecil. Diantara faktor yang membedakan manusia dengan binatang dan makhluk lainnya, adalah manusia dapat menyadari alam di luar dirinya. Atau dengan kata lain manusia dapat berpikir tentang sesuatu yang ada disekelilingnya. Artinya manusia merupakan makhluk yang sadar; sadar akan dirinya dan sadar akan alam di sekitarnya Zakiyah Daradjat, dkk, 155. Oleh karena itu ia mampu membangun relasi dengan segala sesuatu yang ada di luar dirinya. Hasil dari jalinan relasi ini disebut pengetahuan. Memang binatang pun memiliki pengtahuan, tetapi sifatnya dangkal, tidak Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 449 sampai menguasai secara detail, bersifat parsial, regional terbatas pada wilayah tertentu, dan tidak mampu menembus masa lalu dan akan datang Ada beberapa pembagian kebutuhan skunder yaitu sebagai berikut. 1. Kebutuhanakan rasa kasihsayang. Kebutuhan akan rasa kasih sayang berperanan penting dalam menentukan sikap dan tingkah laku kejiwaan seseorang. Kurangnya rasa kasih sayang pada diri seseorang terutama pada anak-anak akan menyebabkan tembok pemisah antara mereka dengan orang tua nya. Usaha untuk memperoleh kasih sayang itu mungkin akan mengakibatkan mereka mengeluh, mengadu, dan menjilat, sebagai usaha untuk memperoleh kasih sayang. 2. Kebutuhansosial Kebutuhan sosial manusia bukan disebabkan pengaruh yang datang dari luar sebagai stimulus seperti layaknya pada binatang akan tetapi, kebutuhan soaial pada manusia berbentuk nilai. Contohnya seperti pujian dan kritikan, kekuasaan dan mengalah, pergaulan, dan perhatian. 3. KebutuhanTerhadap Agama Keterkaitan manusia dengan Agama menurut Will Durant “manusia memiliki seratus jiwa, segala sesuatu bila telah dibunuh, pada kali pertama itupun sudah mati untuk selama-lamanya, kecuali agama. Ia akan muncul lagi dan kembali hidup setelah mati. Bahwa agama itu merupakan sifat manusia yang tidak dapat dipisahkan dari manusia itu sendiri Ramayulis, 2007 38-46. Agama memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Secara teoritis tujuan agama adalah sebagai salah satu upaya untuk mendapatkan kebahagian dan kesejahteraan hidup lahir dan batin. Agama merupakan salah satu jalan untuk senantiasa dekat dengan sang penciptanya. Agama juga merupakan upaya untuk mencapai keteraturan hidup. Agama melahirkan banyak manfaat dan kegunaan dalam kehidupan. Dan manusia membutuhkan kehadiran agama untuk mencapai tujuan tersebut. Beberapa alasan mengapa manusia membutuhkan agama dalam kehidupannya Agama tidak hanya menjadi pedoman dan arahan bagi manusia, agama juga telah menjadi cita-cita dan semangat bagi Fitrah manusia. Fitrah ada 2 yaitu Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 450 a. Fitrah ilahiah, yaitu tugas dan kewajiban manusia untuk beribadah dan menyembah terhadap tuhannya. b. Fitrah insaniah, yaitu manusia harus menyadari bahwa dirinya adalah manusia yang lemah, insan yang kecil, tak memiliki daya dan upaya selain dari pemberian penciptanya Hasanah 53. Agama memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Secara teoritis tujuan agama adalah sebagai salah satu upaya untuk mendapatkan kebahagian dan kesejahteraan hidup lahir dan batin. Agama merupakan salah satu jalan untuk senantiasa dekat dengan sang penciptanya. Agama juga merupakan upaya untuk mencapai keteraturan hidup. Agama melahirkan banyak manfaat dan kegunaan dalam kehidupan. Dan manusia membutuhkan kehadiran agama untuk mencapai tujuan tersebut. Beberapa alasan mengapa manusia membutuhkan agama dalam kehidupannya B. Pembahasan 1. Doktrin Agama Doktrin adalah ajaran tentang asas-asas suatu aliran politik, keagamaan, pendirian segolongan ahli ilmu pengetahuan, keagamaan, pendirian segolongan ahli ilmu pengetahuan Magdalena Pranata Santoso, 2009. Istilah Doktrin berkaitan dengan suatu kebenaran dan ajaran. Keduanya tidak dapat dipisahkan sebab menegaskan tentang kebenaran melalui ajaran, sedangkan yang diajarkan biasanya dengan kebenaran. Dengan demikian, doktrin berisi tentang ajaran kebenaran yang sudah tentu memiliki “balutan” filosofis Rosihon Anwar, 2009 13. Doktrin banyak ditemukan dalam banyak agama seperti Kristen dan Islam, di mana doktrin dianggap sebagai prinsip utama yang harus dijunjung oleh semua umat agama tersebut. Dalam konteks doktrin, agama selalu menjadi akidah, yakni sebagai suatu kepercayaan kepada Tuhan, suatu ikatan, kesadaran, dan penyembahan secara spiritual kepada-Nya. Sebagai suatu akidah, agama memiliki prinsip-prinsip kebenaran yang dituangkan dalam bentuk doktrin. “Agama” diucapkan oleh orang Barat dengan relegios bahasa latin, Relegion bahasa Inggris, Prancis, jerman dan relegie bahsa Belanda. Istilah ini bukannya tidak mengandung arti yang dalam melainkan mempunyai latarbelakang pengertian yang Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 451 lebih mendalam daripada pengertian “agama” yang telah disebutkan di atas. Relegie relegion menurut pujangga Kristen, Saint Augustinus, berasal dari “re daneligare” yang berarti “memilih kembali” dari jalan sesat kejalan Tuhan. Agama adalah pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi. Selain kata “Agama” kita juga mengenal kata “din” yang dalam bahasa semit berarti undang-undang atau hukum, dalam bahasa Arab, kata ini berarti menguasai, menundukan, patuh, utang, balasan. Agama memang membawa peraturan-peraturan yang merupakan hukum, yang harus dipatuhi orang. Agama selanjutnya memang menguasai diri seseorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan menjalankan ajaran-ajaran agamanya. Agama lebih lanjut lagi membwa kewajiban-kewajiban yang kalau tidak dijalankan oleh seseorang akan menjadi utang baginya Rosihon Anwar, Dkk, 2011 99. Diantaranya yang harus di yakni 1. Iman kepada Allah Kalimat lailaha illa Allah atau sering disebut kalimat thayyibah adalah suatu pernyataan pengakuan terhadap keberadaan Allah yang Maha Esa, tiada tuhan selain Dia Allah. Ia merupakan bagian lafadz dari syahadatain yang harus diucapkan ketika akan masuk dan memeluk Agama Islam, yang merupakan refleksi dari tauhid Allah yang menjadi inti ajaran Islam. 2. Kemustahilan menemukan Zat Allah Akal pikiran yang merupakan ciri keistimewaan manusia, sekaligus sebagai pembeda antara manusia dan makhluk lainnya. Manusia dapat mencapai taraf kehidupan yang mulia melalui akal fikirannya, sebaliknya, manusiapun dapat terpuruk ke kehidupan yang hina melalui Akalnya. Akal sekalipun digunakan dengan sungguh-sungguh, keberadaannya tetap dalam ruang lingkup yang terbatas. Artinya ada sejumlah persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh akal. Salah satu persoalan yang tidak bisa diselesaikan oleh akal ialah zat Allah. 3. Argumen keberadaan Allah Pengakuan terhadap keberadaan Allah berarti menolak keberadaan tuhan-tuhan lainnya yang dianut oleh para pengikut agama lain. Ada tiga teori yang menerangkan asal kejadian alam semesta yang mendukung keberadaaan tuhan. Pertama, paham Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 452 yang menyatakan bahwa alam semesta ini ada dari yang tidak ada, ia terjadi dengan sendirinya. Kedua, paham yang menyatakan bahwa alam semesta ini berasal dari sel yang merupakan inti. Ketiga, paham yang mengatakan bahwa alam semesta itu ada yang menciptakan. 4. Iman kepada Malaikat, Kitab, dan Rasul Allah a. Malaikat Allah Malaikat atau terkadang di sebut al-mala’ al-a’la kelompok tertinggi, merupakan makhluk tuhan yang diciptakan dari nur cahaya, seperti diterangkan dalam hadis riwayat Imam Muslim yang menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan malaikat dari cahaya, jin dari nyala api, dan Adam dari tanah. Penciptaan malaikat lebih dulu dari pada penciptaan Manusia. Ketika Allah Swt berkehendak menciptakan manusia sebagai khalifah di bumi, Tuhan memberitahukan rencana-Nya itu kepada malaikat sehingga terjadi diolog antaraTuhan dan malaikat. Malaikat termasuk makhluk ruhani yang termasuk gaib. Mereka bukan kelompok yang makhluk yang berwujud jasmaniah yang dapat diraba, dilihat, dicium, dan dirasakan karena mereka berada dialam yang berbeda dengan alam manusia. Mereka disucikan dari syahwat kebinatangan al-nafs al-hayawaniah, yang terhindar dari keiginan hawa nafsu yang bersifat materil. Mereka selalu tunduk dan patuh kepada Allah Swt dan tidak pernah ingkar kepada-Nya. Dengan demikian, mereka menghabiskan waktu siang dan malamnya untuk beribadah kepada Allah adalah makhluk langit yang mengabdi kepada Allah dengan bermacam-macam tugas yang diembannya, jumlahnya sangatlah banyak, namun yang harus kita imani hanyalah 10 nama malaikat beserta tugas-tugasnya. Tugas malaikat itu ada yang dikerjakan di alam ruh dan ada pula yang dikerjakan di alam dunia. Tugas malaikat di alam ruh ialah menyucikan atau bertasbih serta taat dan patuh sepenuhnya kepada Allah Swt, memikul ’asry, memberi salam kepada ahli surga, dan menyiksa para ahli neraka. Adapun tugas malaikat di alam dunia adalah menurunkan wahyu yang diemban oleh malaikat jibril. Ia disebut juga ruh al-amin, atau ruh al-qudus, Adapun tugas malaikatmalaikat lainnya adalah sebagai berikut malaikat mikail mengatur perjalanan Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 453 binatang-binatang, menentukan musim seperti musim hujan dan panas serta menurunkan rezeki, Malaikat jibril bertugas mencabut nyawa, Malaikat Israfil bertugs meniup sangkakala atau nafiri ketika terjadi kiamat besar, dan malaikatmalaikat lainnya. b. Kitab-kitab Allah Ayat-ayat Allah Swt yang merupakan ajaran-ajaran dan tuntunan itu dapat dibedakan menjadi dua pertama, ayat-ayat yang tertulis didalam kitab-kitabnya, dan kedua, ayat-ayat yang tidak tertulis yaitu alam semesta. Ayat-ayat yang tertulis terformulasikan dalam empat kitab Al-Qur’an, Injil, Turat, dan Zabur, yang masing-masing diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, Nabi Isa Nabi Musa dan Nabi Dawud keempat kitab itu disebut kitab-kitab langit alkutub al-samawiyah. c. Rasul-rasul Allah Doktrin Islam mengajarkan agar setiap muslim beriman kepadaRasul yang diutus oleh Allah tanpa membedakan antara satu dengan yang lainnya. Secara bahasa rasul inggris; messenger, apostle adalah orang yang diutus. Artinya ia di utus untuk menyampaikan berita rahasia, tanda-tanda yang akan datang, dan misi atau risalah. Secara terminologi, Rasul berarti orang yang diutus oleh Allah Swt untuk menyampaikan wahyu kepada umatnya. Di antara tugas yang diemban oleh para Rasul adalah Mengajarkan Tauhid dengan segala sifat-sifatnya Mengajak manusia agar hanya menyembah dan meminta pertolongan kepada Allah Swt Mengajarkan kepada manusia agar memiliki moral dan akhlak yang mulia Mengajarkan kepada manusia norma-norma kehidupan agar selamat di dunia dan di akhirat Mengajak manusia agar bersemangat dalam bekerja dan berusaha serta menjauhkan sifat-sifat malas sehinga terjadi keseimbangan antara kehidupan dunia dan di akhirat Mengajak manusia agar tidak mengikuti hawa nafsu Menyampaikan berita-berita yang bersifat gaib, seperti malaikat, surga dan neraka, alam kubur dan alam akhirat Atang, 2006 109-122. 2. Fungsi Agama dalam Kehidupan Agama sebagai sistem sumber nilai, merupakan petunjuk, pedoman dan pendorong bagi manusia untuk memecahkan berbagai masalah hidupnya seperti dalam Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 454 ilmu agama, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan militer, sehingga terbentuk pola motivasi, tujuan hidup dan perilaku manusia yang menuju kepada keridhaan Allah akhlak. Abu Ahmadi , 2008 3 1. Agama Dalam KehidupanIndividu a. Agama sebagai sumber nilai dalam menjaga kesusilaan. Dalam ajaran agama terdapat nilai-nilai bagi kehidupan manusia. Nilai-nilai inilah yang dijadikan sebagai acuan dan sekaligus sebagai petunjuk bagi manusia. Sebagai petunjuk agama menjadi kerangka acuan dalam berfikir, bersikaf dan berprilaku agar sejalan dengan keyakinan yang dianutnya. b. Agama sebagaisaranauntukmengatasiprustasi Manusia mempunyai kebutuhan dalam kehidupan ini, mulai dari kebutuhan fisik seperti, makanan, pakaian, isterhat, seksual sampai kebutuhan psikis, seperti keamanan, ketentraman, persahabatan, penghargaan dan kasih sayang. Maka ia akan terdoronguntuk memuaskan kebutuhan dan keiginannya itu. Menurut Sarwito Wirawan Sarwono, apabila kebutuhannya itu tidak terpenuhi, terjadi ketidakseimbangan, yakni antara kebutuhan dan pemenuhan, maka akan menumbuhkan kekecewaan yang tidak menyenangkan, kondisi atau keadaan inilah yang disebut prustasi. c. Agama sebagaisaranauntukmengatasiketakutan Ketakutan yang dimaksud dalam kaitannya dengan agama sebagai sarana untuk mengatasinya, adalah, ketakutan yang tidak ada obyeknya. Ketakutan tanpa obyek itu membingungkan manusia daripada ketakutan yang mempunyai obyek. Minsalnya dalam bentuk gejala malu, rasa bersalah, takut kecelakaan, rasa bingung dan takut mati. d. Agama sebagaisaranauntukmemuaskankeigintahuan Agama mampu member jawaban atas kesukaran intelektual kongnitif, sejauh kesukaran itu diresapi oleh keinginan eksistensial dan psikologis, yaitu oleh keiginan dan kebutuhan manusia akan orientasi dala kehidupan, agar dapat menempatkan diri secara berarti dan bermakna di tengah-tengah alam semesta ini. Tanpa agama manusia tidak mampu menjawab pertanyaan yang sangat mendasar dalam kehidupannya, yaitu darimana manusia datang, apa tujuan manusia hidup, Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 455 dan mengapa manusia ada, dan kemana manusia kembali setelah mati. Ramayulis, 2007 228-230 2. Fungsi agama dalamkehidupan masyarakat Masalah Agama tidak akan mungkin dipisahkan dari kehidupan Masyarakat, karena agama itu sendiri ternyata diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Dalam perakteknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain a. Berfungsi Edukatif Para penganut agama berpendapat bahwa ajaran agama yang mereka anut memberikan ajaran-ajaran yang harus di patuhi. Ajaran agama secara yuridis berfungsi secara menyuruh dan melarang. Kedua unsur suruhan danlarangan ini mempunyai latar belakang mengarahkan bimbingan agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agama masingmasing. b. Berfungsi Penyelamat Dimanapun manusia berada mereka selalu mengiginkan dirinya selamat. Keselamatan yang meliputi bidang yang luas adalah keselamatan yang diajarkan oleh agama. Keselamatan yang diberikan oleh agama kepada penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alam yaitu, dunia dan akherat. c. Berfungsi sebagai Pendamaian Melalui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama. Rasa berdosa dan rasa bersalah akan segera menjadi hilang dari batinya apa bila seseorang pelanggar telah menebus dosanya melalui tobat, pensucian, penebusan dosa. d. Berfungsi sebagai Sosial control Para penganut agama sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya terikat batin kepada tuntunan ajaran tersebut, baik secara pribadi maupun secara kelompok. e. Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan, iman dan kepercayaan. f. Berfungsi Transformatif Ajaran agama dapat mengubah kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 456 g. Berfungsi Kreatif Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekerja produktif\bukan saja untuk kepentingan diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain. h. Berfungsi sublimatif Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agama ukrawi, melainkan juga yang bersifat duniawi. Segala usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus, karena dan untuk Allah merupakan ibadah Jalaluddin, 2008 299301. 3. Fungsi agama dalam kehidupan Agama mempunyai peraturan yang mutlak berlaku bagi segenap manusia dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam semesta sehingga peraturan yang dibuatNya betul-betul adil. Secara terperinci agama memiliki peranan yang bisa dilihat dari aspek keagamaan religius, kejiwaan psikologis, kemasyarakatan sosiologis, hakkekat kemanusiaan human nature, asal usulnya antropologis dan moral ethics. Namun apabila agama dipahami sebatas apa yang tertulis dalam teks kitab suci, maka yang muncul adalah pandangan keagamaan yang literalis, yang menolak sikap kritis terhadap teks dan interpretasinya serta menegaskan perkembangan historis dan sosiologis. Sebaliknya, jika bahasa agama dipahami bukan sekedar sebagai explanative and descriptive language, tetapi juga syarat dengan performatif dan expresif language, maka agama akan disikapi secara dinamis dan kontekstual sesuai dengan persoalan dan kenyataan yang ada dalam kehidupan manusia yang terus berkembang. Setiap agama memiliki watak transformatif, berusaha menanamkan nilai baru dan mengganti nilainilai agama lama yang bertentangan dengan ajaran agama. Aspek religius, agama menyadarkan manusia, siapa penciptanya. Faktor keimananjuga mempengaruhi karena iman adalah dasar agama. Secara antropologis, agama memberitahukan kepada manusia tentang siapa, darimana, dan mau kemana manusia. Dari segi sosiologis, agama berusaha mengubah berbagai bentuk kegelapan, kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Agama juga menghubungkan masalah Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 457 ritual ibadah dengan masalah sosial. Secara psikologis, agama bisa menenteramkan, menenangkan, dan membahagiakan kehidupan jiwa seseorang. Dan secara moral, agama menunjukkan tata nilai dan norma yang baik dan buruk, dan mendorong manusia berperilaku baik akhlaq mahmudah. Fungsi agama juga sebagai pencapai tujuan luhur manusia di dunia ini, yaitu citacita manusia untuk mendapatkan kesejahteraan lahir dan batin. Dalam Al-Quran surat Thoha ayat 117-119 disebutkan ”Maka kami berkata “Hai Adam, Sesungguhnya Ini iblis adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, Maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang. Dan Sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak pula akan ditimpa panas matahari di dalamnya”. Pada ranah yang lebih umum fungsi agama dalam kehidupan masyarakat adalah sebagai penguat solidaritas masyarakat. Seperti yang diungkapkan Emile Durkheim sebagai sosiolog besar, bahwa sarana-sarana keagamaan adalah lambang-lambang masyarakat, kesakralan bersumber pada kekuatan yang dinyatakan berlaku oleh masyarakat secara keseluruhan bagi setiap anggotanya, dan fungsinya adalah mempertahankan dan memperkuat rasa solidaritas dan kewajiban sosial. Dari segi pragmatisme, seseorang menganut suatu agama adalah disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang diuraikan di bawah ini a. Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia. Agama dikatakan memberi pandangan dunia kepada manusia karena ia senantiasa memberi penerangan kepada dunia secara keseluruhan, dan juga kedudukan manusia di dalam dunia. Penerangan dalam masalah ini sebenarnya sulit dicapai melalui indra manusia, melainkan sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya bahwa dunia adalah ciptaan Allah dan setiap manusia harus menaati Allah. Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 458 b. Menjawab berbagai pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh manusia. Sebagian pertanyaan yang senantiasa ditanya oleh manusia merupakan pertanyaan yang tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya pertanyaan kehidupan setelah mati, tujuan hidup, soal nasib dan sebagainya. Bagi kebanyakan manusia, pertanyaanpertanyaan ini sangat menarik dan perlumenjawabnya. Maka, agama itulah fungsinya untuk menjawab persoalan-persoalan ini. c. Memainkan fungsi peranan sosial. Agama merupakan satu faktor dalam pembentukan kelompok adalah karena sistem agama menimbulkan keseragaman bukan saja kepercayaan yang sama, melainkan tingkah laku, pandangan dunia dan nilai yang sama. d. Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia. Kebanyakan agama di dunia ini menyarankan kepada kebaikan. Dalam ajaran agama sendiri sebenarnya telah menggariskan kode etika yang wajib dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi peranan sosial. e. Rasa ingin tahu manusia Manusia lahir tanpa mengetahui sesuatu ketika itu yang diketahuinya hanya ”saya tidak tahu”. Tapi kemudian dengan pancaindra, akal, dan jiwanya sedikit demi sedikit pengetahuannya bertambah, dengan coba-coba trial and error, pengamatan, pemikiran yang logis dan pengalamannya ia menemukan pengetahuan. Namun demikian keterbatasan panca indra dan akal menjadikan sebagian banyak tanda tanya yang muncul dalam benaknya tidak dapat terjawab. Hal ini dapat mengganggu perasaan dan jiwanya dan semakin mendesak pertanyaan-pertanyaan tersebut semakin gelisah ia apabila tidak terjawab. Hal inilah yang disebut dengan rasa ingin tahu manusia. Manusia membutuhkan informasi yang akan menjadi syarat kebahagiaan dirinya. 4. Inklusivitas Beragama Berbicara tentang agama memerlukan suatu sikap ekstra hati-hati. Sebab, sekalipun agama merupakan persoalan sosial, tetapi penghayatannya amat bersifat individual. apa yang dipahami dan dihayati sebagai agama oleh seseorang amat banyak bergantung pada keseluruhan latar belakang dari kepribadian dan memunculkan sikap Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 459 yang menuntut adanya pembenaran langsung. Para pemimpin Islam sering menyatakan bahwa Islam adalah agama toleran, yang menghormati dan menghargai agama-agama lain. Begitu juga pemimpin agama lain turut menyatakan hal yang sama bahwa agama mereka juga mempunyai sikap toleran yang tinggi. Namun, dalam realiti kehidupan menunjukkan betapa konflik umat manusia sama, ada konflik etnik, konflik dan politiksosial-ekonomi sering terjadi atas nama agama. Semua orang memang telah mengetahui bahwa terdapat kepekaan yang sangat tajam pada masalah-masalah yang berhubungan dengan agama. Hal ini disebabkan bahwa setiap agama sudah tentu mengklaim kemutlakan. Artinya bahwa setiap agama tentu mengaku dirinya adalah yang paling benar, dengan konsekuensi bahwa yang lain adalah salah. Logika awam pun mengatakan bahwa jika terdapat dua hal yang berbeda kemudian harus di nilai benar salahnya, sudah pasti bahwa tidak mungkin kedua-duanya benar. Karena itu klaim kemutlakan untuk masing-masing agama menjadi diperbesar oleh adanya perbedaanperbedaan antar agama, jika terdapat dua hal yang berbeda kemudian harus dinilai benar salahnya, sudah pasti bahwa tidak mungkin kedua-duanya benar. Karena itu, klaim kemutlakan untuk masing-masing agama menjadi diperbesar oleh adanya perbedaanperbedaan antar agama. Masalah inklusifitas dalam Islam merupakan kelanjutan dari pemikiran atau gagasan neo-modernisme kepada wilayah yang lebih spesifik setelah pluralisme, tepatnya pada bidang teologi, Nurcholish Madjid, 1993. Tanpa menyisakan ruang toleransi untuk berempati, apalagi simpati, bagaimana orang lain memandang agamanya sendiri. Seperti sudah taken for granted kita sering kali menilai bahkan menghakimi agama orang lain dengan memakai standar teologi agama kita sendiri. sebaliknya, orang lain menilai bahkan menghakimi kita, dengan memakai standar teolog agamanya sendiri. Jelas ini suatu mission imposible untuk bisa saling bertemu, apalagi sekedar toleran. hasilnya justru perbandingan terbaliknya, masing-masing agama malah menyodorkan proposal klaim kebenaran claim of truth dan klaim keselamatan yang hanya ada dan berada pada agamanya sendiri-sendiri, sementara pada agama lain Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 460 disalahkan menyimpang bahkan menyesatkan Nurcholish Madjid, 1987 70. Kerukunan umat beragama merupakan akibat wajar dari pada sistem keimanannya. Sikap Inklusif yakni sikap keagamaan yang membedakan antara kehadiran dan aktifitas Tuhan dalam ajaran agama-agama lain, Sikap dan pandangan kelompok yang disebut dengan Islam Inklusif ini didasarkan pada ayat 64 yang berbicara tentang “titik temu” kalimatun sawa agama-agama yang berbunyi “katakanlah, Hai para ahli kitab, marilah kita berpegang pada suatu kalimah yang adil antara kita dan kamu, yaitu janganlah kita menyembah kecuali hanya kepada Allah tanpa menyekutukan sesuatu kepada-Nya, dan janganlah kita mempertuhankan sesama kita selain daripada Allah. Jika mereka itu tetap menolak, maka nyatakanlah kepada mereka, saksikanlah bahwa kami semua adalah orang-orang Islam” Dan Surah al-Maidah ayat 48 yang menjelaskan adanya syir’ah jalan menuju kebenaran dan minhaj cara atau metode perjalanan menuju kebenaran. Yang berbunyi “Dan telah kami turunkan kitab Qur’an kepadamu dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab suci terdahulu, sebagai pengawas atas kitab-kitab itu. Maka berilah hukum kepada mereka para ahli kitab menurut hukum yang telah diturunkan oleh Allah kepadamu. Jangan kau turutkan kemauan mereka yang menyeleweng daripada kebenaran yang ada padamu tiap-tiap umat telah kami adakan peraturan dengan caranya sendiri. Kalau Allah mau, maka ia jadikan kamu satu umat, tetapi dia mau menguji kamu tentang apa yang telah diberikan-Nya. Karena itu berlomba-lombalah dalam amal kebajikan. Kepada Allah lah kamu sekalian akan kembali. Nanti akan Allah terangkan kepadamu apa yang kamu telah perselisihkan itu” Sebagai umat Islam maupun umat Kristian dan umat beragama yang lain, semuanya telah mewarisi teologi eksklusif. mereka menganggap bahwa hanya ada satu jalan keselamatan yaitu agama mereka sendiri. Oleh kerana itu, diperlukan satu perspektif baru untuk melihat "Apa yang difikirkan oleh suatu agama, mengenai agama lain dibandingkan dengan agama sendiri" Perspektif itu akan menentukan apakah seorang yang beragama itu menganut satu faham keberagamaan yang eksklusif. Karena itu program teologi inklusif yang telah membawa banyak kesadaran umat Islam akan kesatuan pesan agama yang dibungkus dalam berbagai wadah agama-agama. Maka secara epistimologis, Selama ini teologi inklusif hanya besifat inklusifitas untuk umat Islam saja, tapi tidak bagi agama lain justru karena idiom Islam dipakai sebagai konsep Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 461 titik temu, padahal Islam adalah nama dari suatu organized religion. Budhy, 1994 116. Namun, pandangan Nurcholish yang teologis kerapkali dianggap mempertanyakan agama itu sendiri Menurut Franz, sikap inklusif sangat penting untuk menampung pluralitas bangsa. Pemikiran inklusif bertentangan dengan pemikiran yang ekslusif, yang menganggap kafir seseorang yang berada diluar keyakinan yang dimilikinya Sedangkan sikap Ekslusifitas, Sikap keagamaan yang tertutup dan memandang bahwa keselamatan hanya ada pada agama dan teologinya. Sikap masing-masing agama yang menganggap memiliki kebenaran secara mutlak pada level keindonesiaan, cendekiawan yang tergolong pluralis mengindikasikan betapa banyaknya konflik antar umat beragama disebabkan karena sikap eksklusif para pemeluknya terhadap ajaran agama mereka. cenderung menjadi pemberhalaan konsep agama itu sendiri, sehingga lupa pada esensi agama yaitu sikap tunduk pasrah pada kebenaran yang akan mengakibatkan sikap menutup diri terhadap kebenaran agama lain dan berimplikasi serius atas terjadinya konflik atas nama agama dan Tuhan. Akhirnya dalam semangat inklusif inilah kita menghargai perbedaan. Perbedaan agama harus dikenal dan diolah lebih lanjut kerana perbedaan itu secara potensinya bernilai dan penting bagi setiap umat yang beragama dalam memperkayakan imannya. Ajaran pemahaman tidak perlu diartikan semua agama sama dalam bentuknya yang nyata sehari-hari akan tetapi ajaran kemajemukan keagamaan itu melandaskan pengertian dasar bahwa semua agama diberi kebebasan untuk hidup, dengan resiko yang akan ditanggung oleh para pengikut agama itu masing-masing, “baik secara pribadi maupun secara kelompok”. Sikap keagamaan yang memandang bahwa keselamatan ada pada semua agama. Pengembangan sikap keagamaan ini melihat semua agama yang ada di dunia ini prinsipnya sama. Semua agama, dengan ekspresi teologi keimanan dan ibadahnya yang beragam, prinsipnya sama. Tidak ada bedanya antara Yahudi, Kristen, Islam dan agama lain semisal Budhisme, Shintoisme, Konfucuisme. Semuanya mengajarkan keselamatan dan akan selamat. Sedangkan setiap agama memiliki Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 462 kebenaran. Keyakinan tentang yang benar itu didasarkan pada Tuhan sebagai satusatunya sumber kebenaran. klaim kebenaran berubah menjadi simbol agama yang dipahami secara subjektif, personal, oleh setiap pemeluk agama. Memang sulit melepaskan frame subjektivitas ketika keyakinan pribadi berhadapan dengan keyakinan lain yang berbeda, meskipun ada yang berpendapat bahwa kerangka subjektif adalah cermin eksistensi yang alamiah. Kita tidak harus memaksakan inklusivisme ”gaya kita” pada orang lain, yang menurut kita eksklusif. Sebab bila hal ini terjadi, pemahaman kita pun sebenarnya masih terkungkung pada jerat-jerat eksklusivisme, tetapi dengan menggunakan nama inklusivisme. Keyakinan seseorang tidak dapat diklaim benar atau salah tanpa mengetahui dan memahami terlebih dahulu latar belakang pembentukannya, seperti lingkungan sosial budaya, referensi atau informasi yang diterima dan tingkat hubungan komunikasi Dadang, 2000 171-172. Keyakinan bahwa agama sendiri yang paling benar karena berasal dari Tuhan sedangkan agama lain hanyalah konstruksi manusia, merupakan contoh dari penggunaan standar ganda. Dalam sejarah, standar ganda ini biasanya dipakai untuk menghakimi agama lain dalam derajat keabsahan teologis dibawah agamanya sendiri. Melalui standar ganda inilah terjadi perang dan klaim-klaim kebenaran dari suatu agama atas agama lain. Demi terciptanya hubungan eksternal agama-agama, perlu dilakukan dialog antar agama. Sedangkan untuk internal agama, diperlukan reinterpretasi pesanpesan agama yang lebih menyentuh kemanusiaan yang universal. C. Penutup Manusia sebagai makhluk hidup dan mempunyai kebutuhan dalam hidupnya, baik itu kebutuhan jasmani ataupun kebutuhan rohaniah. Dan Manusia sangat memerlukan agama sebagai pegangan hidup dan untuk menyadarkan manusia agar mengenal dirinya siapa dia, darimana dia dan mau kemana dia. Agama ialah ajaranajaran yang beraneka ragam sebagaimana yang ada sekarang. Agama Islam agama yang selalu mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya memahami ayat-ayat kauniyah Sunnatullah yang terbentang di alam semesta dan ayat-ayat qur’aniyah yang Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 463 terdapat dalam Al-Quran, menyeimbangkan antara dunia dan akhirat. Dengan ilmu kehidupan manusia akan bermutu, dengan agama kehidupan manusia akan lebih bermakna, dengan ilmu dan agama kehidupan manusia akan sempurna dan bahagia. Adapun doktrin/kepercayaan dalam Agama yaitu Iman kepada Allah Swt, mustahil menemukan zat Allah, Argumen keberadaan Allah, percaya kepada Malaikat, Kitab, dan Rasul-Nya. agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan hidup. Memberi pandangan dunia kepada berbagai pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh fungsi peranan sosial. Kerukunan umat beragama merupakan akibat wajar dari pada sistem keimanannya. Sikap Inklusif yakni sikap keagamaan yang membedakan antara kehadiran dan aktifitas Tuhan dalam ajaran agama-agama lain, Sikap dan pandangan kelompok yang disebut dengan Islam Inklusifitas. DAFTAR KEPUSTAKAAN Atang, Hakim, Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, 2006, Cetke-VIII Remaja Rosdakarya, Bandung. Abu Ahmadi, Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, 2008, Cet Ke-5, BumiAksara, Jakarta. Budhy Munawar Rachman, Dialog Kritik dan Identitas Agama, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 1994 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, Bandung Remaja Rosdakarya, 2000 Maskoeri Jasin, Ilmu Alamiah Dasar, 2015 Cet ke-21, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hasanah Studi Jalaluddin, Psikologi Agama, 2008, Raja Grafindi Persada, Jakarta. Magdalena Pranata Santoso, Filsafat Agama, Yogyakarta Graha Ilmu, 2009 Nurcholish Madjid, Islam kerakyatan dan keindonesiaan Bandung Mizan, 19931994, NurcholishMadjid, Islam kemoderenandanKeindonesiaan, Jakarta Mizan, 1987. Ramayulis, Psikologi Agama, 2007, Cet ke-VIII KalamMulia, Jakarta. Rosihon Anwar, dkk. PengantarStudi Islam, PustakaSetia, Bandung, 2009 hal 13 Rosihon Anwar, Dkk, PengantarStudi Islam, 2011, Cetke-II Pustakasetia, Bandung Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 464 Ramayulis, Psikologi Agama, 2007, Cetke-VIII Kalam Mulia, Jakarta. - Pandangan Teologis Cak Nur, Cegah Kebuntuan Agama Zakiyah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarat Bumi Aksara. Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah”
AlTadabbur: Jurnal Kajian Sosial, Peradaban dan Agama Volume: 5 Nomor: 2, Desember 2019 ISSN: 2527-3248, E-ISSN: 2613-9367 DIALEKTIKA AGAMA DAN BUDAYA Pertemuan antara doktrin agama dan realitas budaya terlihat sangat jelas dalam praktek ritual agama. Dalam Islam, misalnya saja perayaan Idul Fitri di Indonesia yang agama untuk
100% found this document useful 1 vote3K views8 pagesCopyright© Attribution Non-Commercial BY-NCAvailable FormatsDOC, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?100% found this document useful 1 vote3K views8 pagesManusia Dan Kebutuhan Doktrin AgamaJump to Page You are on page 1of 8 You're Reading a Free Preview Pages 5 to 7 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.8Vhi.